A.
KONSEP DASAR
PENYAKIT
1.
DEFINISI
Skleritis
didefinisikan sebagai gangguan granulomatosa kronik yang ditandai olehdestruksi
kolagen, sebukan sel dan
kelainan vaskular yang mengisyaratkan adanya vaskulitis1.
Skleritis adalah peradangan sklera
pada mana pembuluh darah cenderung tampak bewarna purpel2.
2.
ETIOLOGI
Pada banyak
kasus, kelainan-kelainan skelritis murni diperantarai oleh proses imunologi yakni terjadi reaksi tipe IV (hipersensitifitas tipe lambat)
dan tipe III (kompleks imun) dan disertai
penyakit sistemik. Pada beberapa kasus, mungkin terjadi invasi mikroba
langsung, dan pada sejumlah
kasus proses imunologisnya tampaknya dicetuskan oleh proses-proses
lokal,misalnya bedah katarak.Berikut ini adalah beberapa penyebab skleritis,
yaitu:
a)
Penyakit
Autoimun Spondilitis ankylosing, Artritis rheumatoid, Poliartritis nodosa,
Polikondritis berulang,Granulomatosis Wegener, Lupus eritematosus sistemik,
Pioderma gangrenosum, Kolitisulserativa, Nefropati IgA, Artritis psoriatic
b)
Penyakit
Granulomatosa Tuberkulosis,
Sifilis, Sarkoidosis, Lepra, Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada
c)
Gangguan
metabolik Gout, Tirotoksikosis, Penyakit jantung rematik aktif Infeksi Onkoserkiasis, Toksoplasmosis,
Herpes Zoster, Herpes Simpleks, Infeksi olehPseudomonas,Aspergillus,
Streptococcus, Staphylococcus
d)
Lain-lain Fisik (radiasi, luka bakar
termal), Kimia (luka bakar asam atau basa), Mekanis (cederatembus), Limfoma,
Rosasea, Pasca ekstraksi katarak Tidak diketahui
3.
PENGKLASIFIKASIAN SKLERITIS
Skleritis diklasifikasikan
menjadi 3 antara lain:
1.
Episkleritis
a.
Simple
Biasanya
jinak, sering bilateral, reaksi inflamasi terjadi pada usia muda yang berpotensi mengalami rekurensi3.Gejala klinis
yang muncul berupa rasa tidak nyaman pada mata, disertai berbagai derajat inflamasi dan fotofobia. Terdapat
pelebaran pembuluh darah baik difus maupunsegmental. Wanita lebih banyak
terkena daripada pria dan sering mengenai usia decade 40 an.
b.
Nodular
Baik bentuk maupun insidensinya hampir sama
dengan bentuk simple scleritis. Sekitar30% penyebab skleritis nodular dihubungkan dengan dengan
penyakit sistemik, 5% dihubungkan dengan penyakit kolagen
vaskular seperti artritis rematoid, 7% dihubungkan dengan herpeszoster
oftalmikus dan 3% dihubungkan dengan gout.
2.
Skleritis Anterior
Skleritis dapat diklasifikasikan
menjadi anterior atau posterior. Empat tipe dari skleritis anterior adalah:
a)
Diffuse anterior scleritis. Ditandai dengan peradangan
yang meluas pada seluruh permukaan sklera. Merupakan skleritis yang paling umum
terjadi.
b)
Nodular anterior scleritis.Ditandai dengan adanya satu
atau lebih nodulradang yang eritem, tidak dapat digerakkan, dan nyeri pada
sklera anterior.Sekitar 20% kasus berkembang menjadi skleritis nekrosis.
c)
Necrotizing anterior scleritis with inflammation.
Biasa mengikuti penyakit sistemik seperti rheumatoid
arthtitis. Nyeri sangat berat dan
d)
kerusakan
padasklera terlihat jelas. Apabila disertai dengan inflamasi [1]kornea,
dikenal sebagai sklerokeratitis.
e)
Necrotizing anterior scleritis without inflammation.
Biasa terjadi pada pasien yang sudah lama menderita rheumatoid
arthritis. Diakibatkan oleh pembentukan nodul rematoid dan
absennya gejala. Juga dikenal sebagai
3. Skleritis Posterior
Sebanyak 43%
kasus skleritis posterior didiagnosis bersama dengan skleritis anterior.Biasanya skleritis posterior ditandai dengan rasa nyeri dan
penurunan kemampuan melihat. Dari pemeriksaan
objektif didapatkan
adanya perubahan fundus7, adanya
perlengketan massa eksudat di sebagian retina, perlengketan cincin koroid, massa di retina, udem nervus optikus dan udem makular.
Inflamasi skleritis posterior yang lanjut dapat menyebabkan ruang okuli anteriordangkal, proptosis, pergerakan ekstra
ocular yang terbatas dan retraksi kelopak mata bawah.
a)
Dapat ditemukan tahanan gerakan mata, sensitivitas
pada palpasi danproptosis.
b)
Dilatasi fundus dapat berguna dalam mengenali
skleritis posterior.Skleritis posterior dapat
menimbulkan amelanotik koroidal.
c)
Pemeriksaan funduskopi dapat menunjukan papiledema,
lipatankoroid, dan perdarahan atau ablasio retina.
4.
PATOFISIOLOGI
Penyakit tersering yang menyebabkan skleritis antara lain adalah rheumatoid arthritis, ankylosing
spondylitis,systemic lupus erythematosus, polyarteritis nodosa, Wegener's granulomatosis,herpes zoster virus,
gout dan sifilis.Karena sklera terdiri dari jaringan ikat dan serat kolagen,
skleritis adalah gejala utama dari gangguan vaskular kolagen pada 15% dari kasus. Gangguan regulasi autoimun pada pasien yang memiliki predisposisi genetik dapat menjadi penyebab terjadinya skleritis.
Faktor pencetus dapat berupa organisme menular, bahan endogen, atau trauma.Proses
peradangan dapat disebabkan oleh kompleks imun yang mengakibatkan kerusakan vaskular
(hipersensitivitas tipe III) atau pun respon granulomatosa kronik
(hipersensitivitas tipe IV).
Hipersensitivitas
tipe III dimediasi oleh kompleks imun
yang terdiri dari antibody IgG dengan antigen. Hipersensitivitas tipe III
terbagi menjadi reaksi local (reaksi Arthus) dan reaksi sistemik.
Reaksi lokal dapat diperagakan dengan menginjeksi secara subkutan larutan antigen kepada penjamu yang memiliki
titer IgG yang signifikan. Karena FcgammaRIII adalah reseptor
dengan daya ikat rendah dan juga karena ambang batas aktivasi melalui
reseptor ini lebih tinggi dari pada
untuk reseptor IgE, reaksi hipersensitivitas lebih lama dibandingkan dengan tipe I, secara umum memakan waktu maksimal
4 – 8 jam dan bersifat lebih menyeluruh.
Reaksi sistemik terjadi dengan adanya
antigen dalam sirkulasi yang mengakibatkan pembentukan kompleks
antigen – antibodi yang dapat larut dalam sirkulasi. Patologiutama
dikarenakan deposisi kompleks yang ditingkatkan oleh peningkatan permeabilitas vaskular yang
diakibatkan oleh pengaktivasian dari sel mast melalui FcgammaRIII.
Kompleks
imun yang terdeposisi menyebabkan netrofil mengeluarkan isi granul dan membuat kerusakan pada endotelium dan membrane basement sekitarnya. Kompleks tersebut dapat terdisposisi pada
bermacam – macam lokasi seperti kulit, ginjal, atau sendi.
Contoh paling sering dari hipersensitivitas tipe III adalah komplikasi post –infeksi
seperti arthritis dan glomerulonefritis.4
Hipersensitivitas
tipe IV adalah satu – satunya reaksi hipersensitivitas yang disebabkan
oleh sel T spesifik – antigen. Tipe hipersensitivitas ini
disebut juga hipersensitivitas tipe
lambat. Hipersensitivitas tipe lambat terjadi saat sel jaringan dendritik telah mengangkat antigen lalu memprosesnya dan menunjukkan
pecahan peptida yang sesuai berikatan
dengan MHC kelas II, kemudian mengalami kontak dengan sell TH1
yang berada dalam jaringan.
Aktivasi
dari sel T tersebut,membuatnya memproduksi sitokin seperti kemokin untuk makrofag,
sel T lainnya,dan juga kepada netrofil. Konsekuensi dari hal ini adalah adanya infiltrasi seluler yang mana sel mononuklear (sel T dan
makrofag) cenderung mendominasi. Reaksi maksimal memakan waktu 48– 72
jam. Contoh klasik dari hipersensitivitas tipe lambat adalah tuberkulosis. Contoh
yang paling sering adalah hipersensitivitas kontak yang diakibatkan dari pemaparan seorang individu
dengan garam metal atau bahan kimia reaktif.5 Jaringan imun yang terbentuk
dapat mengakibatkan kerusakan sklera, yaitu deposisi kompleks imun di kapiler episklera, sklera dan venul
poskapiler (peradangan mikroangiopati). Tidak seperti episkleritis,
peradangan pada skleritis dapat menyebar pada bagian anterior atau bagian posterior mata.
5.
TANDA DAN GEJALA
Gejala-gejala
dapat meliputi rasa nyeri, mata berair, fotofobia, spasme, dan penurunan ketajaman penglihatan.Tanda primernya adalah mata
merah. Nyeri adalah gejala yang paling sering dan
merupakan indikator terjadinya inflamasi yang aktif.. Nyeri timbul dari
stimulasi langsung dan
peregangan ujung saraf akibat adanya inflamasi. Karakteristik nyeri pada
skleritis yaitu nyeri
terasa berat, nyeri tajam menyebar ke dahi, alis, rahang dan sinus, pasien
terbangun sepanjang
malam, kambuh akibat sentuhan. Nyeri dapat hilang sementara dengan penggunaan obat analgetik. Mata berair atau
fotofobia pada skleritis tanpa disertai sekret mukopurulen.
6.
KOMPLIKASI
Penyulit skleritis adalah keratitis, uveitis, galukoma, granuloma
subretina, ablasio retina eksudatif, proptosis, katarak, dan hipermetropia.
Keratitis bermanifestasi sebagai pembentukan alur perifer, vaskularisasi
perifer, atau vaskularisasi dalam dengan atau tanpa pengaruh kornea.
Uveitis adalah tanda
buruk karena sering tidak berespon terhadap terapi. Kelainan ini sering disertai
oleh penurunan penglihatan akibat edema makula. Dapat terjadi galukoma sudut
terbuka dan tertutup. Juga dapat terjadi glaukom akibat steroid.Skleritis biasanya disertai dengan
peradangan di daerah sekitarnya seperti uveitis atau keratitis sklerotikan.
Pada skleritis akibat terjadinya nekrosis sclera atau skleromalasia maka dapat terjadi perforasi pada sklera. Penyulit pada
kornea dapat dalam bentuk keratitis sklerotikan,dimana terjadi kekeruhan kornea
akibat peradangan sklera terdekat. Bentuk keratitis sklerotikan adalah segitiga
yang terletak dekat skleritis yang
sedang meradang. Hal ini terjadi akibat gangguan susunan serat kolagen stroma. Pada keadaan ini tidak pernah terjadi neovaskularisasi6 kedalam stroma
kornea. Proses penyembuhan kornea yaitu berupa menjadi jernihnya kornea
yangdimulai dari bagian sentral. Sering bagian sentral kornea tidak terlihat
pada keratitis sklerotikan.
7. PEMERIKASAAN FISIK
a) Daylight,Sklera bisa
terlihat merah kebiruan atau keunguan yang difus.
b)
Pemeriksaan Slit Lamp, Pada skleritis, terjadi bendungan yang masif di jaringan dalam episklera
dengan beberapabendungan pada
jaringan superfisial episklera.
c)
Pemeriksaan Red-free
Light ,Pemeriksaan ini dapat membantu menegakkan area
yang mempunyai kongesti vaskularyang
maksimum, area dengan tampilan vaskular yang baru dan juga area yang avaskular
total.Selain itu perlu pemeriksaan secara umum pada mata meliputi otot ekstra okular, kornea, uvea,lensa, tekanan
intraokular dan fundus.
8.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Pemerikasaan Lab
a)
Hitung darah lengkap dan laju endap
b)
Kadar komplemen serum (C3)
c)
Antibody antinukleus serum
d)
Imunologi E
e)
Kadar asam urat serum
9. PENATALAKSANAAN
Terapi skleritis disesuaikan dengan penyebabnya. Terapi awal
skleritis adalah obat antiinflamasi non-steroid sistemik. Obat pilihan adalah indometasin
100 mg perhari atau ibuprofen300 mg perhari. Pada sebagian besar kasus, nyeri
cepat mereda diikuti oleh
penguranganperadangan. Apabila tidak timbul respon dalam 1-2 minggu atau segera
setelah tampak penyumbatan vaskular harus segera dimulai terapi steroid
sistemik dosis tinggi. Steroid ini biasanya
diberikan peroral yaitu prednison 80 mg perhari yang ditirunkan dengan cepat
dalam 2minggu sampai dosis pemeliharaan sekitar 10 mg perhari. Kadangkala,
penyakit yang beratmengharuskan terapi intravena berdenyut dengan metil
prednisolon 1 g setiap minggu.Obat- obat imunosupresif lain juga dapat digunakan. 2 Siklofosfamid
sangat bermanfaatapabila terdapat banyak kompleks imun dalam darah. Tetapi steroid topikal saja
tidak bermanfaattetapi dapat dapat menjadi terapi tambahan untuk terapi
sistemik. Apabila dapat diidentifikasiadanya infeksi, harus diberikan terapi
spesifik. Peran terapi steroid sistemik kemudian akanditentukan oleh sifat
proses penyakitnya, yakni apakah penyakitnya merupakan suatu responhipersensitif
atau efek dari invasi langsung mikroba.Tindakan bedah jarang dilakukan kecuali
untuk memperbaiki perforasi sklera ataukornea. Tindakan ini kemungkinan besar
diperlukan apabila terjadi kerusakan hebat akibat invasilangsung mikroba, atau
pada granulomatosis Wegener atau poliarteritis nodosa yang disertai penyulit
perforasi kornea.Penipisan sklera pada skleritis yang semata-mata akibat
peradangan jarang menimbulkan perforasi
kecuali apabila juga terdapat galukoma atau terjadi trauma langsung terutama
pada usaha mengambil sediaan biopsi[3].
Tandur sklera pernah digunakan sebagai tindakan profilaktik dalam
terapi skleritis, tetapi tandur semacam itu tidak jarang mencair kecuali
apabila juga disertai pemberian kemoterapi.Skleromalasia perforans[4]
tidak terpengaruh oleh terapi kecuali apabila terapi diberikanpada stadium
paling dini penyakit. Karena pada stadium inijarang timbul gejala, sebagian
besarkasus tidak diobati sampai timbul penyulit.
B.
PROSES KEPERAWATAN
1.
PENGKAJIAN
a.
Riwayat
kesehatan
1)
Keluhan Utama
Pada pasien skleritis terdapat nyeri di sklera mata
2)
Riwayat
Kesehatan Sekarang
Pasien mulai merasakan nyeri yang memanas
3)
Riwayat
Kesehatan Dahulu
Pasien pernah masuk RS karena skleritis
4)
Riwayat
Kesehatan Keluarga
Dalam keluarga pasien ada yang menderita penyakit seperti
yang klien alami yaitu skleritis
b.
Pola Fungsi
Kesehatan
1)
Pola Persepsi
Terhadap Kesehatan
Apabila sakit, klien biasa membeli obat di toko obat terdeat
atau apabila
tidak terjadi perubahan pasien memaksakan diri ke puskesmas atau RS terdekat.
2)
Pola Istirahat
Tidur
Pada pasien skleritis terjadi gangguan pola tidur akibat nyeri
3)
Pola Nutrisi
Metabolik
Tidak ada gangguan dalam nutrisi metaboliknya.
4)
Pola Eliminasi
5)
Tidak ada gannguan
dalam BAB dan BAK
6)
Pola Kognitif
Perseptual
Saat pengkajian kien dalam keadaan sadar, bicara jelas,
pendengaran dan penglihatan tidak normal.
7)
Pola Peran
Hubungan
8)
Pola Konep Diri
9)
Pola Koping
a)
Masalah utama
yang terjadi selama klien sakit, klien selalu merasa nyeri, dan pasien menjadi
malas untuk bekerja.
b)
Kehilangan atau
perubahan yang terjadi perubahan
yang terjadi klien malas untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
c)
Cemas
d)
Pandangan
terhadap masa depan klien pesimis
2. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
a.
Nyeri berhubungan
dengan adanya inflamasi pada sklera
b.
Gangguan pola
istirahat berhubungan dengan Nyeri pada sklera mata
c.
Gangguan penglihatan berhubungan
dengan penurunan ketajaman penglihatan
d.
Gangguan konsep diri berhubungan
dengan mata merah pada
sklera
e.
Cemas berhubungan dengan perubahan
status kesehatan
3. INTERVENSI
KEPERAWATAN
a.
Nyeri diatasi dengan proses inflamasi
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan
nyeri klien dapat teratasi
Kriteria Hasil :
1.
Nyeri terkontrol
2.
Gatal mulai
hilang
3.
Pusing hilang
Intervensi :
1.
Kaji intensitas
nyeri, karakteristik dan catat lokasi nyeri
2.
Berikan
perawatan kulit dengan sering, hilangkan rangsangan lingungan yang kurang
menyenangkan
3.
Kolaborasi
dengan dokter pemberi analgesic
4.
Kolaborasi
pemberian antibiotika
b.
Gangguan pola istirahat berhubungan
dengan skleritis
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan
tidur klien tidak terganggu
Kriteria Hasil :
1.
Klien tidak
bengkak lagi
2.
Klien tidak
sering terbangun dimalam hari
3.
Kaji
tidur klien
Intervensi :
1.
Berikan
kenyamanan pada klien
2.
Kolaborasi
dengan dokter pemberian analgeti
4.
Catat banyaknya
klien terbangun dimalam hari
5.
Berikan minum
hangat (susu) jika perlu
6.
Berian musik
klasik sebagai pengantar tidur
c. Gangguan
penglihatan berhubungan dengan penurunan ketajaman penglihatan
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan penglihatan klien dapat
teratasi
Kriteria
Hasil :
1.Nyeri pada sklera kontrol
2.Meningkatkan penglihatan klien
Intervensi :
1. Kaji intensitas nyeri, karakteristik dan
catat lokasi nyeri
2. Berikan
perawatan kulit dengan sering, hilangkan rangsangan lingungan yang kurang
menyenangkan
3. Kolaborasi
dengan dokter pemberi analgesic
d. Gangguan
konsep diri berhubungan
dengan perubahan dalam penampilan
sekunder
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan
klien tidak mengalami gangguan dalam cara penerapan konsep diri
Intervensi :
1.
Klien
mengungkapan penerimaan atas penyakit yang di alaminya
2.
Mengakui dan
memantapkan kembali system dukungan yang ada
3.
Dorong individu
untuk mengekspresian perasaan khususnya mengenai pikiran, pandangan dirinya
4.
Dorong individu
untuk bertanya mengenai masalah penanganan, perkembangan kesehatan
e. Cemas berhubungan dengan perubahan status
kesehatan
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan diharapkan
klien tidak cemas lagi dengan
Kriteria Hasil :
1.
Klien tidak
resah
2.
Klien tampak
tenang dan mampu menerima kenyaataan
3.
Klien
mampu mengidentifiasi dan mengungkapkan gejala cemas
4.
Postur tubuh ekspresi
wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan bekurangnya kecemasan
Intervensi :
1.
Identifiasi
kecemasan`
2.
Gunakan
pendekatan yang menenangan
3.
Temani pasien
untuk memberian keamanan dan mengurangi takut
4.
Bantu pasien
mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
5.
Berikan
informasi faktual tentang diagnosis, tindakan prognosis
6.
Berikan obat
untuk mengurangi kecamasan
5 reaktif adalah
berdasarkan atas reaksi
6
neovaskularisasi adalah berhubungan dengan pembuluh darah
7 fundus; dasar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar