Kamis, 16 Mei 2013

thalassemia


A.    KONSEP DASAR PENYAKIT
1)      DEFINISI
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitikdimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam pembluh darah sehingga umur erirosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari ).
Thalasemia merupakan penyakit anemua hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif, secara molekuler dibedakan menjadi thalasemia alfa dan beta, sedangkan secara klinis dibedakan menjadi thalasemia mayor dan minor (Mansjoer, Kapita Selekta Kedokteran, 2000 : 497 )
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin. dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). Kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia)
2)      ETIOLOGI
Ketidak seimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan secara resesif dari kedua orang tua.
Thalasemia termasuk dalam anemia hemolitik, dimana umur eritrosit menjadi lebih pendek (normal 100-120 hari). Umur eritrosit ada yang 6 minggu, 8 minggu bahkan pada kasus yang berat umur eritosit bisa hanya 3 minggu.
Pada talasemia, letak salah satu asam amino rantai polipeptida berbeda urutannya atau ditukar dengan jenis asam amino lainnya.

3)      PATOFISIOLOGI

 Penyebab anemia pada thalasemia bersifat primer dan sekunder. Penyebab primer adalah berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intrameduler. Penyebab sekunder adalah karena defisiensi asam folat,bertambahnya volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh system retikuloendotelial dalam limfa dan hati.
Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang. Tejadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara transfusi berulang,peningkatan absorpsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis serta proses hemolisis.
a.       Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan dua polipeptida rantai alpa dan dua rantai beta.
b.      Pada Beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai Beta dalam molekul hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan eritrosit membawa oksigen.
c.       Ada suatu kompensator yang meninghkatkan dalam rantai alpa, tetapi rantai Beta memproduksi secara terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defektive. Ketidakseimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.
d.      Kelebihan pada rantai alpa pada thalasemia Beta dan Gama ditemukan pada thalasemia alpa. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami presipitasi dalam sel eritrosit. Globin intra-eritrositk yang mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil-badan Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis.
e.       Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC diluar menjadi eritropoitik aktif. Kompensator produksi RBC terus menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan distruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh.
  
4)      KLASIFIKASI
Secara molekuler, talasemia dibedakan atas:
a.       Talasemia alfa (gangguan pembentukan rantai alfa)
b.      Talasemia beta ( gangguan pembentukan rantai beta)
c.       Talasemia beta-delta (gangguan pembentukan rantai beta dan delta)
d.      talasemia delta (gangguan pembentukan rantai delta).

Secara kinis, talasemia dibagi dalam 2 golongan, yaitu:
a.       Talasemia mayor (bentuk homozigot), memiliki 2 gen cacat, memberikan gejala klinis yang jelas.
b.      Talasemia minor, dimana seseorang memiliki 1 gen cacat dan biasanya tidak memberikan gejala klinis.

5)      MANIFESTASI KLINIS
a.    Gejala awal pucat, mulanya tidak jelas. Biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan, dan pada kasus yang berat terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir.
b.    Bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik, tumbuh kembang anak akan terhambat. Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan gizi menyebabkan perawakan pendek.
c.    Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh, dan dapat disertai demam
d.   Anemia lama dan berat, biasanya menyebabkan pembesaran jantung
e.    Terdapat hepatosplenomegali dan Ikterus ringan mungkin ada
f.     Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk mukamongoloid akibat sistim eritropoiesis yang hiperaktif 
g.    Adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis.
h.    Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai,dan batu empedu.
i.      Pasien menjadi peka terhadap infeksi terutama bila limpanya telah diangkat sebelum usia 5 tahun dan mudah mengalami septisemia yang dapat mengakibatkan kematian. Dapat timbul pensitopenia akibat hipersplenisme. 
j.      Letargi, pucat, kelemahan, anoreksia, sesak nafas akibat penumpukan Fe,tebalnya tulang kranial menipisnya tulang kartilago, kulit bersisik kehitaman akibat penumpukan Fe yang disebabkan oleh adanya transfuse darah secara kontinu

6)      KOMPLIKAS
a.        Fraktur patologis
Kompensator produksi RBC secara terus-menerus pada suatu dasar kronik dan dengan cepatnya dekstruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin / kelebihan dan dekstruksi RBC dengan cara reduksi dalam hemoglobin menstimulasi Bone Morrow sehingga memproduksi RBC yang lebih dalam stimulasi yang konstan pada Bone Morrow, produksi RBC diluar menjadi eritropoetik aktif menyebabkan Bone Morrow menjadi tipis dan sudah pecah dan rapuh fraktur. 
b.        Hepatosplenomegali
Dimana thalasemia menyebabkan hemafoesis, pembesaran pada limfa, metabolisme zat besi dengan peningkatan timbunan besi didalam jaringan hati dan limfe sehingga terjadi pigmentasi coklat pada kulit dan serosis hepatis / pembentukan jaringan fibrosa secara berlebih dalam struktur hati dan limfa (hepatosplenomegali)
c.         Gangguan Tumbuh Kembang
Thalasemia merupakan kelainan genetik menstimulasikan eritrofoesis hiperplasia sumsum tulang yang dapat menyebabkan perubahan skletal yang dapat menimbulkan anemia maturasi seksual dan pembentukan terlambat. 
d.        Disfungsi organ
Apabila mengenai organ lain akan menyebabkan disfungsi organ tersebut seperti pada jantung dan pankreas.

7)      PEMERIKSAAN PENUNJANG
a.       Studi hematologi : terdapat perubahan – perubahan pada sel darah merah, yaitu mikrositosis, hipokromia, anosositosis, poikilositosis, sel target, eritrosit yang immature, penurunan hemoglobin dan hematrokrit.
b.      Elektroforesis hemoglobin : peningkatan hemoglobin
c.       Pada thalasemia beta mayor ditemukan sumsum tulang hiperaktif terutama seri eritrosit. Hasil foto rontgen meliputi perubahan pada tulang akibat hiperplasia sumsum yang berlebihan. Perubahan meliputi pelebaran medulla, penipisan korteks, dan trabekulasi yang lebih kasar.
d.      Analisis DNA, DNA probing, gone blotting dan pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan jenis pemeriksaan yang lebih maju.
  
8)      PENATALAKSANAAN
a.       Hingga kini belum ada obat yang tepat untuk menyembuhkan pasien thalasemia. Transfusi darah diberikan jika kadar Hb telah rendah sekali (kurang dari 6 gr%) atau bila anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
b.      Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 10 g/dl. Komplikasi dari pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis. Hemosiderosis dapat dicegah dengan pemberian Deferoxamine(desferal).
c.       Splenektomi dilakukan pada anak yang lebih tua dari 2 tahun sebelum terjadi pembesaran limpa/hemosiderosis, disamping itu diberikan berbagai vitamin tanpa preparat besi

B.     ASUHAN KEPERAWATAN
a.    Pengkajian
Pengkajian Fisik
1.      Asal Keturunan/Kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania). Seperti turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.
2.      Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4 – 6 tahun.
3.      Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
4.      Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
5.      Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
6.      Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah
7.      Riwayat kesehatan keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua yang menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka anaknya berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan karena keturunan.
8.      Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC)
Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter
b.   Diagnosa
1.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan kurangnya selera makan
2.    Resiko infeksi berhubungan dengan tranfusi yang  berulang-ulang
3.    Perubahan eliminasi (alvi) konstipasi / diare berhubungan dengan penurunan makanan diet, perubahan proses pencernaan, efek samping terapi obat
c.    Intervensi
1.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan kurangnya selera makan
Kriteria Hasil : Tidak mengalami malnutrisi
 Intervensi :
a.       Observasi riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai
R/ Mengidentifikasi defisiensi dan menduga kemungkinan intervensi selanjutnya
b.      Timbang BB setiap hari
R/ Mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi nutrisi
c.       Mengijinkan anak untuk terlibat dalam persiapan dan pemilihan makanan
R/ Kebiasaan diet sebelumnya mungkin tidak memuaskan pada pemenuhan kebutuhan saat ini untuk regenerasi jaringan dan penyembuhan
d.      Observasi dan catat masukan makanan pasien
R/ Mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan

2.      Resiko infeksi berhubungan dengan tranfusi yang  berulang-ulang
Kriteria hasil : Meningkatkan penyembuhan luka, mengidentifikasi perilaku untuk mencegah atau menurunkan resiko infeksi
Intervensi :
a.       Perhatikan teknik aseptik terhadap pemasangan tranfusi
R/ Menurunkan resiko infeksi bakter
b.      Kurangi kerentanan individu terhadap infeksi
R/ Menjaga agar daya tahan tubuh tetap baik dan tidak mudah terkena infeksi yang dapat menjadikan komplikasi
c.       Amati terhadap manifestasi klinis infeksi
R/ Mencegah infeksi makin berlanjut dan berakibat fatal untuk kesehatan tubuh si anak

3.      Perubahan eliminasi (alvi) konstipasi / diare berhubungan dengan penurunan makanan diet, perubahan proses pencernaan, efek samping terapi obat
Kriteria hasil : Individu akan memperlihatkan peningkatan eliminasi usus
Intervensi :
a.       Anjurkan minum segelas air hangat 30 menit sebelum sarapan pagi
R/ Dapat merangsang peristaltik usus untuk pengeluaran feses
b.      Hindari makanan yang berbentuk gas
R/ Menurunkan distres gastrik dan distensi abdomen
c.       Berikan masukan air sedikitnya 6 sampai 10 gelas
R/ Membantu dalam memperbaiki konsistensi feses bila konstipasi dan membantu mempertahankan hidrasi pada diare


Tidak ada komentar:

Posting Komentar