Kamis, 16 Mei 2013

thalassemia


A.    KONSEP DASAR PENYAKIT
1)      DEFINISI
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitikdimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam pembluh darah sehingga umur erirosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari ).
Thalasemia merupakan penyakit anemua hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif, secara molekuler dibedakan menjadi thalasemia alfa dan beta, sedangkan secara klinis dibedakan menjadi thalasemia mayor dan minor (Mansjoer, Kapita Selekta Kedokteran, 2000 : 497 )
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin. dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). Kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia)
2)      ETIOLOGI
Ketidak seimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan secara resesif dari kedua orang tua.
Thalasemia termasuk dalam anemia hemolitik, dimana umur eritrosit menjadi lebih pendek (normal 100-120 hari). Umur eritrosit ada yang 6 minggu, 8 minggu bahkan pada kasus yang berat umur eritosit bisa hanya 3 minggu.
Pada talasemia, letak salah satu asam amino rantai polipeptida berbeda urutannya atau ditukar dengan jenis asam amino lainnya.

3)      PATOFISIOLOGI

 Penyebab anemia pada thalasemia bersifat primer dan sekunder. Penyebab primer adalah berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intrameduler. Penyebab sekunder adalah karena defisiensi asam folat,bertambahnya volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh system retikuloendotelial dalam limfa dan hati.
Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang. Tejadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara transfusi berulang,peningkatan absorpsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis serta proses hemolisis.
a.       Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan dua polipeptida rantai alpa dan dua rantai beta.
b.      Pada Beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai Beta dalam molekul hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan eritrosit membawa oksigen.
c.       Ada suatu kompensator yang meninghkatkan dalam rantai alpa, tetapi rantai Beta memproduksi secara terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defektive. Ketidakseimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.
d.      Kelebihan pada rantai alpa pada thalasemia Beta dan Gama ditemukan pada thalasemia alpa. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami presipitasi dalam sel eritrosit. Globin intra-eritrositk yang mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil-badan Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis.
e.       Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC diluar menjadi eritropoitik aktif. Kompensator produksi RBC terus menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan distruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh.
  
4)      KLASIFIKASI
Secara molekuler, talasemia dibedakan atas:
a.       Talasemia alfa (gangguan pembentukan rantai alfa)
b.      Talasemia beta ( gangguan pembentukan rantai beta)
c.       Talasemia beta-delta (gangguan pembentukan rantai beta dan delta)
d.      talasemia delta (gangguan pembentukan rantai delta).

Secara kinis, talasemia dibagi dalam 2 golongan, yaitu:
a.       Talasemia mayor (bentuk homozigot), memiliki 2 gen cacat, memberikan gejala klinis yang jelas.
b.      Talasemia minor, dimana seseorang memiliki 1 gen cacat dan biasanya tidak memberikan gejala klinis.

5)      MANIFESTASI KLINIS
a.    Gejala awal pucat, mulanya tidak jelas. Biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan, dan pada kasus yang berat terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir.
b.    Bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik, tumbuh kembang anak akan terhambat. Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan gizi menyebabkan perawakan pendek.
c.    Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh, dan dapat disertai demam
d.   Anemia lama dan berat, biasanya menyebabkan pembesaran jantung
e.    Terdapat hepatosplenomegali dan Ikterus ringan mungkin ada
f.     Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk mukamongoloid akibat sistim eritropoiesis yang hiperaktif 
g.    Adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis.
h.    Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai,dan batu empedu.
i.      Pasien menjadi peka terhadap infeksi terutama bila limpanya telah diangkat sebelum usia 5 tahun dan mudah mengalami septisemia yang dapat mengakibatkan kematian. Dapat timbul pensitopenia akibat hipersplenisme. 
j.      Letargi, pucat, kelemahan, anoreksia, sesak nafas akibat penumpukan Fe,tebalnya tulang kranial menipisnya tulang kartilago, kulit bersisik kehitaman akibat penumpukan Fe yang disebabkan oleh adanya transfuse darah secara kontinu

6)      KOMPLIKAS
a.        Fraktur patologis
Kompensator produksi RBC secara terus-menerus pada suatu dasar kronik dan dengan cepatnya dekstruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin / kelebihan dan dekstruksi RBC dengan cara reduksi dalam hemoglobin menstimulasi Bone Morrow sehingga memproduksi RBC yang lebih dalam stimulasi yang konstan pada Bone Morrow, produksi RBC diluar menjadi eritropoetik aktif menyebabkan Bone Morrow menjadi tipis dan sudah pecah dan rapuh fraktur. 
b.        Hepatosplenomegali
Dimana thalasemia menyebabkan hemafoesis, pembesaran pada limfa, metabolisme zat besi dengan peningkatan timbunan besi didalam jaringan hati dan limfe sehingga terjadi pigmentasi coklat pada kulit dan serosis hepatis / pembentukan jaringan fibrosa secara berlebih dalam struktur hati dan limfa (hepatosplenomegali)
c.         Gangguan Tumbuh Kembang
Thalasemia merupakan kelainan genetik menstimulasikan eritrofoesis hiperplasia sumsum tulang yang dapat menyebabkan perubahan skletal yang dapat menimbulkan anemia maturasi seksual dan pembentukan terlambat. 
d.        Disfungsi organ
Apabila mengenai organ lain akan menyebabkan disfungsi organ tersebut seperti pada jantung dan pankreas.

7)      PEMERIKSAAN PENUNJANG
a.       Studi hematologi : terdapat perubahan – perubahan pada sel darah merah, yaitu mikrositosis, hipokromia, anosositosis, poikilositosis, sel target, eritrosit yang immature, penurunan hemoglobin dan hematrokrit.
b.      Elektroforesis hemoglobin : peningkatan hemoglobin
c.       Pada thalasemia beta mayor ditemukan sumsum tulang hiperaktif terutama seri eritrosit. Hasil foto rontgen meliputi perubahan pada tulang akibat hiperplasia sumsum yang berlebihan. Perubahan meliputi pelebaran medulla, penipisan korteks, dan trabekulasi yang lebih kasar.
d.      Analisis DNA, DNA probing, gone blotting dan pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan jenis pemeriksaan yang lebih maju.
  
8)      PENATALAKSANAAN
a.       Hingga kini belum ada obat yang tepat untuk menyembuhkan pasien thalasemia. Transfusi darah diberikan jika kadar Hb telah rendah sekali (kurang dari 6 gr%) atau bila anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
b.      Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 10 g/dl. Komplikasi dari pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis. Hemosiderosis dapat dicegah dengan pemberian Deferoxamine(desferal).
c.       Splenektomi dilakukan pada anak yang lebih tua dari 2 tahun sebelum terjadi pembesaran limpa/hemosiderosis, disamping itu diberikan berbagai vitamin tanpa preparat besi

B.     ASUHAN KEPERAWATAN
a.    Pengkajian
Pengkajian Fisik
1.      Asal Keturunan/Kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania). Seperti turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.
2.      Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4 – 6 tahun.
3.      Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
4.      Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
5.      Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
6.      Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah
7.      Riwayat kesehatan keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua yang menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka anaknya berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan karena keturunan.
8.      Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core – ANC)
Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter
b.   Diagnosa
1.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan kurangnya selera makan
2.    Resiko infeksi berhubungan dengan tranfusi yang  berulang-ulang
3.    Perubahan eliminasi (alvi) konstipasi / diare berhubungan dengan penurunan makanan diet, perubahan proses pencernaan, efek samping terapi obat
c.    Intervensi
1.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan kurangnya selera makan
Kriteria Hasil : Tidak mengalami malnutrisi
 Intervensi :
a.       Observasi riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai
R/ Mengidentifikasi defisiensi dan menduga kemungkinan intervensi selanjutnya
b.      Timbang BB setiap hari
R/ Mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi nutrisi
c.       Mengijinkan anak untuk terlibat dalam persiapan dan pemilihan makanan
R/ Kebiasaan diet sebelumnya mungkin tidak memuaskan pada pemenuhan kebutuhan saat ini untuk regenerasi jaringan dan penyembuhan
d.      Observasi dan catat masukan makanan pasien
R/ Mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan

2.      Resiko infeksi berhubungan dengan tranfusi yang  berulang-ulang
Kriteria hasil : Meningkatkan penyembuhan luka, mengidentifikasi perilaku untuk mencegah atau menurunkan resiko infeksi
Intervensi :
a.       Perhatikan teknik aseptik terhadap pemasangan tranfusi
R/ Menurunkan resiko infeksi bakter
b.      Kurangi kerentanan individu terhadap infeksi
R/ Menjaga agar daya tahan tubuh tetap baik dan tidak mudah terkena infeksi yang dapat menjadikan komplikasi
c.       Amati terhadap manifestasi klinis infeksi
R/ Mencegah infeksi makin berlanjut dan berakibat fatal untuk kesehatan tubuh si anak

3.      Perubahan eliminasi (alvi) konstipasi / diare berhubungan dengan penurunan makanan diet, perubahan proses pencernaan, efek samping terapi obat
Kriteria hasil : Individu akan memperlihatkan peningkatan eliminasi usus
Intervensi :
a.       Anjurkan minum segelas air hangat 30 menit sebelum sarapan pagi
R/ Dapat merangsang peristaltik usus untuk pengeluaran feses
b.      Hindari makanan yang berbentuk gas
R/ Menurunkan distres gastrik dan distensi abdomen
c.       Berikan masukan air sedikitnya 6 sampai 10 gelas
R/ Membantu dalam memperbaiki konsistensi feses bila konstipasi dan membantu mempertahankan hidrasi pada diare


hemofilia


A.    KONSEP DASAR PENYAKIT
1)      DEFINISI
Hemofilia berasal dari bahas Yunani Kuno, yang terdiri dari dua kata yaitu haima yang berarti darah dan philia yang berarti cinta atau kasih sayang. Hemofilia adalah suatu penyakit yang diturunkan, yang artinya diturunkan dari ibu kepada anaknya pada saat anak tersebut dilahirkan .(www.hemofilia.or.id ).
Hemofilia adalah gangguan pendarahan yang disebabkan oleh defisiensi herediter dan faktor darah esensial untuk koagulasi (Wong, 2003 ).
Hemofilia merupakan gangguan koagulasi kogenital paling sering dan serius. Kelainan ini terkait dengan defisiensi faktor VII, IX atau XI yang ditemukan secara genetik ( Nelson, 1999 )
Hemofilia merupakan gangguan koagulasi herediter atau didapat yang paling sering dijumpai, bermanifestasi sebagai episode perdarahan intermiten ( Price & Wilson, 2005 ).
Hemofilia adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan kelainan pembekuan darah herediter pada trombosit yang tidak bisa membuat factor VIII (AHF/antihemopilitic factor). (Arita Murwani,2008.90)
Hemofilia merupakan kelainan perdarahan herediter terikat  resesif yang dikarakteristikkan oleh defisiensi factor pembekuan esensial yang diakibatkan oleh mutasi pada kromosom X. (Wiwik Handayani,Andi Sulistyo Haribowo,2008.119)

2)      ETIOLOGI
Hemofilia disebabkan oleh mutasi gen faktor VIII (FVIII) atau faktor IX (FIX), dikelompokkan sebagai hemofilia A dan hemofilia B. Kedua gen tersebut terletak pada kromosom X, sehingga termasuk penyakit resesif terkait-X (Ginsberg, 2000). Oleh karena itu, semua anak perempuan dari laki-laki yang menderita hemofilia adalah carier penyakit, dan anak laki-laki tidak terkena. Anak laki-laki dari perempuan yang carier memiliki kemungkinan 50% untuk menderita penyakit hemofilia. Dapat terjadi wanita homozigot dengan hemofilia (ayah hemofilia, ibu carier), tetapi keadaan ini sangat jarang terjadi. Kira-kira 33% pasien tidak memiliki riwayat keluarga dan mungkin akibat mutasi spontan (Hoffbrand, Pettit, 1993)
a.       Keadaan keturunan pada kromosom jenis kelamin.
Ibu yang memiliki dua kromosom X, menghasilkan sebuah sel telur yang mengandung kromosom X. Ayah yang menghasilkan satu kromosom X dan satu kromosom Y, menghasilkan sel sperma yang mengandung kromosom X atau Y. Jika ayah menyumbangkan kromosom X-nya, keturunan yang terjadi adalah anak perempuan. Dan jika ayah menyumbangkan kromosom Y, maka keturunan yang terjadi adalah anak laki-laki.Hemofilia terjadi akibat adanya mutasi pada gen yang menghasilkan Faktor VIII dan IX. Dan ini terjadi pada kromosom X.
b.      Seorang laki - laki penderita hemofilia memiliki seorang anak dari seorang wanita normal.
Semua anak perempuan akan menjadi pembawa sifat hemofilia (carrier), jika mereka mewarisi kromosom X yang membawa sifat hemofilia dari sang ayah. Dan semua anak laki - laki tidak akan terkena hemofilia, jika mereka mewarisi kromosom Y normal dari sang ayah.
c.       Seorang laki- laki normal memiliki anak dari seorang wanita pembawa sifat hemofili
·         Jika mereka mendapatkan anak laki -laki, maka anak tersebut 50% kemungkinan terkena hemofilia. Ini tergantung dari mana kromosom X pada anak laki - laki itu didapat. Jika ia mewarisi kromoson X normal dari sang ibu, maka ia tidak akan terkena hemofilia. Jika ia mewarisi kromosom X dari sang ibu yang mengalami mutasi, maka ia akan terkena hemofilia.
·         Sama halnya dengan anak laki-laki jika mereka mendapatkan anak perempuan ,maka anak tersebut memiliki 50% kemungkinan adalah pembawa sifat hemofilia. Ia akan normal jika ia mewarisi kromosom X normal dari sang ibu. Dan sebaliknya ia dapat mewarisi kromosom X dari sang ibu yang memiliki sifat hemofilia, sehingga ia akan menjadi pembawa sifat hemofilia
d.      Seorang penderita hemofilia lahir dari seorang ibu yang bukan carrier.
Diperkirakan sampai dengan 30 % terjadi kasus dimana seorang penderita hemofilia lahir pada sebuah keluarga tanpa  hemofilia.
Faktor-faktor hemofilia :
a)      Faktor congenital
Bersifat resesif autosomal herediter. Kelainan timbul akibat sintesis faktor pembekuan darah menurun. Gejalanya berupa mudahnya timbul kebiruan pada kulit atau perdarahan spontan atau perdarahan yang berlbihan setelah suatu trauma. Pengobatan : dengan memberikan plasma normal atau konsetrat faktor yang kurang atau bila perlu diberikan transfusi darah.
b)      Faktor didapat.
Biasanya disebabkan oleh defisiensi faktor II ( protombin ) yang terdapat pada keadaan berikut : Neonatus, karena fungsi hati belum sempurna sehingga pembekuan faktor darah khususnya faktor II mengalami gangguan.

3)      PATOFISIOLOGI

Hemofilia merupakan penyakit kongenital yang diturunkan oleh gen resesif x-linked dari pihak ibu.Faktor VIII dan faktor IX adalah protein plasma yang merupakan komponen yang diperlukan untuk pembekuan darah, faktor-faktor tersebut diperlukan untuk pembentukan bekuan fibrin pada tempat pembuluh cidera.Hemofilia berat terjadi apabila konsentrasi faktor VIII dan faktor IX plasma kurang dari 1 %. Hemofilia sedang jika konsentrasi plasma 1 % - 5 %. Hemofilia ringan apabila konsentrasi plasma 5 % - 25 % dari kadar normal. Manifestasi klinis yang muncul tergantung pada umur anak dan deficiensi faktor VIII dan IX.Hemofilia berat ditandai dengan perdarahan kambuhan, timbul spontan atau setelah trauma yang relatif ringan.Tempat perdarahan yang paling umum di dalam persendian lutut, siku, pergelangan kaki, bahu dan pangkal paha.Otot yang tersering terkena adalah flexar lengan bawah, gastrak nemius, & iliopsoas


4)      KLASIFIKASI HEMOFILIA
Hemofilia terbagi atas dua jenis, yaitu :
1. Hemofilia A yang dikenal juga dengan nama:
a.       Hemofilia klasik; karena jenis hemofilia ini adalah yang paling banyak kekurangan faktor pembekuan pada darah
b.      Hemofilia kekurangan Factor VIII; terjadi karena kekurangan faktor 8 (Factor VIII) protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.

2. Hemofilia B yang dikenal juga dengan nama:
a.       Christmas disease; karena di temukan untuk pertama kalinya pada seorang bernama Steven Christmas asal Kanada
b.      Hemofilia kekurangan Faktor IX; terjadi karena kekurangan faktor 9 (Factor IX) protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.Penderita hemofilia parah/ berat yang hanya memiliki kadar faktor VIII atau faktor IX kurang dari 1% dari jumlah normal di dalam darahnya, dapat mengalami beberapa kali perdarahan dalam sebulan. Kadang – kadang perdarahan terjadi begitu saja tanpa sebab yang jelas.

Penderita hemofilia sedang lebih jarang mengalami perdarahan dibandingkan hemofilia berat. Perdarahan kadang terjadi akibat aktivitas tubuh yang terlalu berat, seperti olah raga yang berlebihan. Penderita hemofilia ringan lebih jarang mengalami perdarahan. Mereka mengalami masalah perdarahan hanya dalam situasi tertentu, seperti operasi, cabut gigi atau mangalami luka yang serius. Wanita hemofilia ringan mungkin akan pengalami perdarahan lebih pada saat mengalami menstruasi.

5)      MANIFESTASI KLINIS
a.       Masa Bayi (untuk diagnosis)
Perdarahan berkepanjangan setelah sirkumsisib. Ekimosis subkutan di atas tonjolan-tonjolan tulang (saat berumur3-4 bulan)c. Hematoma besar setelah infeksid. Perdarahan dari mukosa oral.e. Perdarahan Jaringan Lunak
b.      Episode Perdarahan (selama rentang hidup)
Gejala awal : nyerib. Setelah nyeri : bengkak, hangat dan penurunan mobilitas
c.       Sekuela Jangka Panjang
Perdarahan berkepanjangan dalam otot menyebabkan kompresisaraf dan fibrosis otot

6)      KOMPLIKASI
a.      Artropati progresif, melumpuhkan
b.      Kontrakfur otot
c.       Paralisis
d.      Perdarahan intra kranial
e.       Hipertensi
f.       Kerusakan ginjal
g.      Splenomegali
h.      Hepatitis
i.        AIDS (HIV) karena terpajan produk darah yang terkontaminasi.
j.        Antibodi terbentuk sebagai antagonis terhadap faktor VIII dan IX
k.      Reaksi transfusi alergi terhadap produk darah
l.        Trombosis atau tromboembolisme


7)      PENCEGAHAN
8)      PENATALAKSANAAN
1.      Penatalaksanaan Medis
a.      Transfusi periodic dari plasma beku segar (PBS)
b.        Pemberian konsentrat factor VIII dan IX pada klien yang mengalami perdaraha
c.       aktif atau sebagai upaya pencegahan sebelum pencabutan gigi dan pembedahan
d.      Hindari pemberian aspirin atau suntikan secara IM
e.       Membersihkan mulut sebagai upaya pencegahan
f.       Bidai dan alat orthopedic bagi klien yang mengalami perdarahan otot dan sendi.
-        Terapi Suportif
a.      Pengobatan rasional pada hemofilia adalah menormalkan kadar factor anti hemophilia yang kurang.
b.      Melakukan pencegahan baik menghindari luka atau benturan.
c.       Merencanakan suatu tindakan operasi serta mempertahankan kadar aktivitas factor pembekuan sekitar 30-50%
d.      Untuk mengatasi perdarahan akut yang terjadi maka dilakukan tindakan pertama seperti rest, ice, compression, elevation (RICE) pada lokasi perdarahan
1)      Rest (istirahat), usahakan seseorang diistirahatkan dan tidak melakukan apapun.
2)       Ice (kompres dengan menggunakan es), kompres ini berguna untuk menciutkan pembuluh darah dan es juga bisa berfungsi sebagai penghilang nyeri.
3)      Compression (ditekan atau dibalut), untuk mengurangi banyaknya darah yang keluar.
 Elevation (ditinggikan), usahakan daerah yang mengalami luka berada pada posisi yang lebih tinggi.
Kortikosteroid, pemberian kortikosteroid sangat membantu untuk menghilangkan proses inflamasi pada sinovitis akut yang terjadi setelah serangan akut hemartrosis. Pemberian prednisone 0,5-1 mg/kg BB/hari selama 5-7 hari dapat mencegah terjadinya gejala sisa berupa kaku sendi(artrosis) yang menggangu aktivitas harian serta menurunkan kualitas hidup pasien hemofilia.
Analgetika. Pemakaian analgetika diindikasikan pada pasien hemartrosis dengan nyeri hebat, dan sebaiknya dipilih analgetika yang tidak mengganggu agregasi trombosit (harus dihindari pemakaian aspirin dan antikoagulan)
-        Terapi pengganti Faktor pembekuan
Pemberian factor pembekuan dilakukan 3 kali seminggu untuk menghindari kecacatan fisik (terutama sendi) sehingga pasien hemophilia dapat melakukan aktivitas normal. Namun untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan factor anti hemophilia (AHF) yang cukup banyak dengan biaya yang tinggi.
Terapi pengganti factor pembekuan pada kasus hemophilia dilakukan dengan memberikan FVIII atau FIX, baik rekombinan, konsentrat maupun komponen darah yang mengandung cukup banyak factor-faktor pembekuan tsb. Pemberian biasanya dilakukan dalam beberapa hari sampai luka atau pembengkakan membaik, serta khususnya selama fisioterapi.

2.       Penatalaksanaan Keperawatan.
a.       Memperhatikan perawatan gigi agar tidak mengalami pencabutan gigi.
b.      Istirahatkan anggota tubuh dimana ada luka.
c.       Gunakan alat bantu seperti tongkat bila kaki mengalami perdarahan.
d.      Kompreslah bagian tubuh yang terluka dan daerah sekitar dengan es.
e.       Tekan dan ikat, sehingga bagian tubuh yang mengalami perdarahan tidak bergerak
f.       ( immobilisasi ).
g.       Letakkan bagian tubuh tersebut dalam posisi lebih tinggi dari posisi dada dan letakkan diatas benda yang lembut.

9)      PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Uji Laboratorium (uji skrining untuk koagulasi darah)
a.      Jumlah trombosit (normal)
b.      Masa protrombin (normal)
c.       Masa tromboplastin parsial (meningkat, mengukur keadekuatan faktorkoagulasi intrinsik)
d.      Masa perdarahan (normal, mengkaji pembentukan sumbatan trombositdalam kapiler
e.       Assays fungsional terhadap faktor VIII dan IX (memastikandiagnostik)
                                      i.      Masa pembekuan trombin
2.      Biopsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk memperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi dan kultur.
3.      Uji fungsi hati (SGPT, SGOT, Fosfatase alkali, bilirubin)


KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HEMOFILIA
A.     PENGKAJIAN
1.      Aktivitas
Gejala :kelelahan, malaise, ketidak mampuan untuk melakukan aktivitas
Tanda : kelemahan otot
2.      Sirkulasi
Gejala : palpitasi
Tanda : Kulit dan membrane mukosa pucat, deficit saraf serebral/tanda perdarahan serebral
3.      Eliminasi
Gejala : hematuria
4.      Integritas ego
Gejala : perasaan tak ada harapan, tak berdaya
Tanda : depresi menarik diri, ansietas
5.      Nutrisi
Gejala : anoreksia, penurunan BB,
6.     Nyeri
Gejala :nyeri tulang, sendi, nyeri tekan sentral, kram otot
Tanda : perilaku berhati-hati, gelisah, rewel
7.   Kemanan
Gejala : riwayat trauma ringan, perdarahan spontan
Tanda : hematoma
B.     DIAGNOSA
a.       Nyeri yang berhubungan dengan perdarahan sendi dan kekakuan yang ditimbulkannya.
b.      Resiko tinggi injuri berhubungan dengan kelemahan pertahanan sekunder akibat hemofilia ditandai dengan seringnya terjadi cidera.
c.       Risiko tinggi terhadap gangguan konsep diri yang berhubungan dengan kesulitan beradaptasi pada kondisi kronis
C.     INTERVENSI
1.      Nyeri yang berhubungan dengan perdarahan sendi dan kekakuan yang ditimbulkannya.
Tujuan:Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri akan berkurang
Kriteria Hasil : Peningkatan kemampuan bertoleransi dengan gerakan sendi

INTERVENSI
RASIONAL
a)      Kolaborasi pemberian analgetik oral non opioid
Untuk mengurangi rasa nyeri
b)      Motivasi klien untuk bergerak perlahan
      Dengan bergerak perlahan diharapkan dapat mencegah stress pada sendi yang terkena
c)      Lakukan relaksasi dengan menyuruh klien berendam air hangat
  Rendan air hangat dapat mengurangi nyeri
d)      Bantu klien menggunakan alat bantu
   Alat Bantu berguna untuk memindahkan
   beban tubuh pada sendi yang nyeri

2. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan kelemahan pertahanan sekunder akibat hemofilia ditandai dengan seringnya terjadi cidera.
Kriteria hasil : Injuri dan komplikasi dapat dihindari atau tidak terjadi
INTERVENSI
RASIONAL
a)      Awasi setiap gerakan yang memungkinkan terjadinya cidera.
Pasien hemofilia mempunyai resiko perdarahan spontan tak terkontrol sehingga diperlukan pengawasan setiap gerakan yang memungkinkan terjadinya cidera.
b)      Ajurkan pada orang tua untuk segera membawa anak ke RS jika terjadi injuri.
Identifikasi dini dan pengobatan dapat membatasi beratnya komplikasi
c)      Jelaskan pada orang tua pentingnya menghindari cidera.
Orang tua dapat mengetahui manfaat dari pencegahan cidera atau resiko perdarahan dan menghindari injuri dan komplikasi.



3. Risiko tinggi terhadap gangguan konsep diri yang berhubungan dengan kesulitan beradaptasi pada kondisi kronis
Tujuan:Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi gangguan konsep diri.
Kriteria Hasil :Klien mampu mengungkapkan rencana untuk memasukkan keterbatasan ke dalam gaya hidup baru.
INTERVENSI
RASIONAL
a)      Biarkan klien dan keluarga mengungkapkan perasaan.
Mengekpresikan perasaan membantu memudahkan koping.
b)      Tekankan perlunya untuk mendorong partisipasi pada perkembangan aktivitas normal yang tidak akan menyebabkan cedera fisik
Perkembangan aktivitas normal membantu meningkatkan harga diri
c)      Jelaskan tentang semua tindakan yang diprogramkan dan pemeriksaan yang akan dilakukan
Pengetahuan tentang apa yang diharapkan membantu mengurangi ansietas.
d)      Lakukan pendekatan secara tenang dan beri dorongan untuk bertanya serta berikan informasi yang dibutuhkan dengan bahasa yang jelas.
Penjelasan yang jelas dan sederhana paling baik untuk dipahami. Istilah medis dan keperawatn dapat membingungkan klien dan meningkatkan ansietas.

D.    EVALUASI
a)      Nyeri berkurang
1)   Melaporkan berkurangnya nyeri setelah menelan analgetik
2)   Memperlihatkan peningkatan kemampuan bertoleransi dengan gerakan sendi
3)   Mempergunakan alat bantu (bila perlu) untuk mengurangi nyeri
b)      Melakukan upaya mencegah perdarahan
1)      Menghindari trauma fisik
2)      Merubah lingkungan rumah untuk meningkatkan pengamanan
3)      Mematuhi janji dengan profesional layanan kesehatan
4)      Mematuhi janji menjalani pemeriksaan laboratorium
5)      Menghindari olahraga kontak
6)      Menghindari aspirin atau obat yang mengandung aspirin
7)      Memakai gelang penanda

c)      Mampu menghadapi kondisi kronis dan perubahan gaya hidup
1)      Mengidentifikasi aspek positif kehidupan
2)      Melibatkan anggota keluarga dalam membuat keputusan mengenai masa depan dan perubahan gaya hidup yang harus dilakukan
3)      Berusaha mandiri
4)      Menyusun rencana khusus untuk kelanjutan asuhan kesehatan
d)     Tidak mengalami komplikasi
1)      Tanda vital dan tekanan hemodinamika tetap normal
2)      Hasil pemeriksaan laboratorium tetap dalam batas normal
3)      Tidak mengalami perdarahan aktif